Laparoskopi Untuk Pembendahan Ginjal

Operasi Besar Sayatan Kecil
Mendengar kata bedah atau operasi, orang akan membayangkan deretan pisau dan harus tirah baring di rumah sakit. Belum lagi luka bekas operasi memanjang yang akan tampak selamanya. Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, terus dikembangkan teknik laparoskopi. Paling mutakhir, laparoskopi dimanfaatkan untuk transplantasi ginjal.
Ada perbedaan cukup mencolok antara operasi transplantasi konvensional dan teknik laparoskopi. Khususnya, pembedahan yang dilakukan kepada si donor. Untuk resipien, tidak ada perbedaan.
Secara teknis, pencangkokan ginjal dengan teknik laparoskopi dilakukan dengan peralatan semacam tabung berdiameter 5mm-12mm. Di ujung alat itu dipasang kamera. Pada ujung alat yang lain dipasang beraneka peralatan bedah mini sesuai kebutuhan. Alat-alat tersebut menggantikan tangan dokter untuk mengambil ginjal. Dokter operator melihat ginjal yang akan diambil dari layer monitor. Dengan menggunakan alat ini, luka sayatan tidak sebesar pada operasi pengambilan ginjal konvensional.
Pada bagian pinggang donor sedikitnya dilubangi 3 buah. Dua lubang untuk memasukkan peralatan pengganti tangan dokter dan kamera. Satu lubang lagi berukuran 3cm-4cm. Lokasinya di pinggang bagian bawah. Gunanya untuk mengambil ginjal yang sudah dipotong. Teknik ini hanya untuk donor. Sedangkan, resipien tetap menggunakan teknik operasi umum dengan sayatan yang lebar. Apalagi, pemasangan ginjal kepada resipien harus sempurna. Harapannya mencegah terjadinya komplikasi pascaoperasi. Donor tidak perlu khawatir dengan kondisi pascaoperasi. Teknik tersebut menurunkan angka kesakitan yang dialami donor setelah ginjalnya diambil.
Selain itu, masa pemulihan relatif lebih cepat. Donor ginjal yang menjalani teknik laparoskopi itu diperkirakan hanya menjalani masa perawatan antara 3-5 hari. Sementara itu, pada teknik konvensional, para donor membutuhkan masa perawatan 10 hari hingga 2 minggu. Operasi pengambilan ginjal dengan teknik laparoskopi di RSCM mulai dijalankan sejak November 2011. Hingga saat ini, tercatat 6 transplantasi ginjal yang menggunakan teknik itu. Risiko kematian akibat mendonorkan ginjal sangat kecil. Donor ginjal juga tidak akan mengubah tingkat harapan hidup.
Selain untuk pengambilan ginjal, laparoskopi bisa digunakan untuk keperluan lain. Laparoskopi ini dapat digunakan antara lain untuk keperluan koreksi penyempitan ureter (saluran kencing yang menghubungkan ginjal dan kandung kencing). Bisa juga untuk operasi pengangkatan batu berukuran besar di ureter. Bahkan, laparoskopi ini juga sudah lama digunakan pada pembedahan minimal invasive pada organ lain.
(Source: Jawa Pos)