Mengatasi DBD Pada Saat
Musim Hujan
Seperti dikenal secara luas,
bahwa demam berdarah adalah penyakit infeksi oleh virus dengue. Jenis demam
dengue (DD) secara umum ditandai melalui panas badan seperti flu. Demam berdarah dengue (DBD)
disertai tanda perdarahan akibat gangguan pembekuan darah. Dan sindroma shock
dengue (dengue shock syndrome atau DSS) diiringi gejala lebih serius. Yakni, penderita
bisa hilang kesadaran akibat turunnya tekanan darah. Seseorang patut dicurigai terkena
DBD jika ada tanda panas badan,
seperti flu, disertai perdarahan seperti mimisan, atau bercak kemerahan pada
kulit, serta badan panas, 40-41 derajat Celsius.
Tindakan yang perlu mendapat
perhatian
guna memberantas penyakit dengue adalah memotong mata rantai
penyakit. Berdasar siklus kehidupan nyamuk, pemberantasan itu harus dilakukan
melalui pendekatan bio-eko-sosio cultural, dengan strategi memberantas populasi
nyamuk dan melawan virus yang masuk tubuh.
Mengendalikan kehidupan nyamuk
melalui pengendalian lingkungan hidup dengan cara memberdayakan masyarakat
sebagai kelompok social dan menjadikannya sebagai sebuah budaya atau kebiasaan.
Pendekatan bio-eko-sosio-kultural dipandang sangat tepat untuk diterapkan
sebagai kebijakan yang berkesinambungan dan hendaknya tidak hanya dilakukan
menjelang musim hujan. Hal ini perlu mengingat ancaman
yang semakin mengkhawatirkan yaitu terjadinya infeksi ulang bagi orang yang
pernah terjangkit. Infeksi ulang penderita DD cenderung lebih parah, yaitu DBD dan DSS.
Jika hal ini terjadi, kesembuhannya menjadi lebih rendah, bahkan sering
merenggut nyawa.
Intensitas DD makin meningkat
saat musim hujan
dan itu berarti factor ekologi biota nyamuk berperan sentral.
Populasi nyamuk sebagai vector virus dengue mutlak dihabisi dengan cara
membunuh nyamuk dan jentik nyamuk sebagai siklus awal kehidupan nyamuk. Nyamuk
Aedes bisa berfungsi ganda. Sebagai pusat produksi virus dan sebagai penyebar
virus. Untuk bisa bertelur, nyamuk perlu mengisap darah manusia atau hewan
sebagai makanan. Pada percobaan di laboratorium, terbukti nyamuk yang hanya
diberi air gula tidak mampu menghasilkan telur. Genangan air saat musim hujan
perlu dibatasi guna mempersempit lokasi kehidupan nyamuk. Agar tidak digigit
nyamuk, perlu sosialisasi berkala tentang kehidupan nyamuk. Khususnya kehidupan
nyamuk yang lebih aktif di siang hari. Awal musim hujan adalah momen terbaik
bagi berbagai pihak, baik pemerintah daerah, petugas kesehatan, pengurus
kampong, dan perguruan tinggi bidang kesehatan/ fakultas kedokteran, untuk
secara bersama melakukan sosialisari dan pelatihan bagi masyarakat luas.
Selama ini
orang hanya
mengandalkan efektivitas penyemprotan asap untuk mengusir nyamuk. Namun tanpa
membuang tempat hidup nyamuk, upaya itu berpeluang gagal. Ini karena jentik
bisa lolos dari semprotan asap dan segera berubah menjadi nyamuk baru. Jentik
bisa diberantas dengan bahan kimia seperti abate, dengan dosis 1 gram per 10
liter air. Perlu perhatian khusus bagi keluarga, misalnya penggunaan minyak
oles pengusir nyamuk atau perangkap nyamuk yang banyak dijual di pasaran, serta
pemasangan kelambu di tempat tidur anak. Tindakan itu terutama dianjurkan saat
awal musim hujan, khususnya di daerah endemis atau yang ada kasus DD/DBD.
Jika terlanjur digigit nyamuk,
secara umum vaksinasi adalah cara terpilih untuk melawan virus. Namun, sampai
saat ini belum ada vaksin yang secara masal diakui mampu menjadi pelindung
terhadap serangan virus dengue. Obat antivirus juga belum bisa menjinakkan
virus dengue. Jika terjadi serangan,
satu-satunya cara adalah segera masuk rumah sakit. Di sana keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
penderita bisa diawasi secara ketat, sampai betul-betul dinyatakan aman. Karena itu, deteksi dini DD
menjadi sangat penting, termasuk system rujukannya. Kewaspadaan terhadap DD,
khususnya mengarah ke DBD atau DSS perlu juga disosialisasikan melalui kegiatan
pelatihan khusus. Hati-hati menggunakan obat panas, seperti golongan aspirin
atau brufen, karena bisa mempercepat terjadinya fase DBD
akibat gangguan pembekuan darah.9
(Source: Jawa Pos)